Senin, 10 Februari 2014

Aku [masih] Ibumu,

15 Agustus 2013

Assalamualaikum Wr. Wb.
Arumi,
Selamat ulang tahun yang ke 19 gadis cantikku. Maaf Nak, ibu tak bisa memberikan hadiah seperti ibu-ibu yang sering kau ceritakan padaku. Apa kau tetap merasa bahagia meski tak ada sebuah bolu yang indah, tak ada makan-makan atau jalan-jalan? Rumi, Sebenarnya ibu tak yakin akan mengingat hari ulang tahunmu. Tahun lalu ketakutan ibu sama seperti ketakutan di tahun ini. Ibu takut tak bisa melingkari tanggal kelahiranmu lagi. Tapi,  
ternyata ketakutan itu hanya sebuah ketakutan yang berapi-api namun redup juga. Rumi,  Ibu ingin membelikanmu sesuatu tapi kau tahu Nak, ibu masih perlu menabung lagi. Ibu takut jika kau tak menyukai hadiah dari ibu. Seperti tahun lalu saat ibu membelikanmu sebuah jilbab cantik berwarna merah pekat dengan kerudung dengan warna yang senada. Dengan susah payah ibu membelikannya untukmu. Namun, kau melemparkannya. Mungkin kau tak suka warna merah. Maka tahun ini, ibu akan menanyakan langsung padamu. Pulanglah sesekali Nak.
Rumi, ibu selalu menunggumu di teras rumah setiap pukul delapan malam ibu duduk di sana. Satu, dua hingga tiga jam berlalu kau tak kunjung tiba. Ibu menenangkan dan meyakinkan diri bahwa mungkin esok kau akan mengunjungi ibu. Terkadang ingin sekali ibu memaki diri sendiri. Dahulu sebelum kau pergi dari rumah ini, ibu tak bisa mencukupi permintaanmu. Ibu tak bisa mengajakmu ke pusat perbelanjaan seperti ibu-ibu yang kau ceritakan. Ibu tak mampu membeli handphone seri terbaru yang sudah lama kau impikan. Bahkan terkadang ibu tak mampu melunasi biaya kuliahmu. Setiap pulang dari kampus, Kau enggan untuk sekedar menatap bahkan tersenyum pada ibu. Maafkan ibumu ini Nak, Ibu janji, ibu akan membelikan apapun yang kau inginkan. Ibu perlu sedikit bekerja keras untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Rumi, di hari ulang tahunmu ini ibu ingin mengatakan bahwa ibu sangat menyayangimu, begitu pun Ayah. Meskipun Ayah telah pergi meninggalkan kita, Namun di nafas terakhirnya ia berbisik bahwa ia sangat mencintai gadis manisnya, engkau Rumi. Ibu tak sampai hati jika melihatmu menangis. Sekali ibu pernah melihatmu menangis dan itu karena ibu. Kau menangis karena kau malu. Mereka mengejekmu karena kau seorang anak dari ayah ibu yang miskin. Ini salah ibu dan Ayah. Kami salah karena tak bisa menjadi seperti orang tua di luar sana. Sepertinya kau menyesal karena terlahir dari rahim seorang pemungut sampah. Kau pernah mengatakan itu pada Ibu. Ibu tak pernah marah, justru ibu benar-benar merasa berdosa. Maafkan Ibu, Rumi. Mohon Maafkan Ibu.
Rumi, di ulang tahunmu yang ke 19 ini. Semoga kau selalu diberi kesehatan. Ibu sangat khawatir. Dulu saat kau masih di rumah ini, kau selalu menggigil. Ibu tak bisa memberimu kehangatan dalam rumah berpetak yang tak berpintu. Ibu berikan selimut yang kecil itu untuk menghangatkanmu. Ibu dekap tubuhmu yang dingin itu. Namun kau menampiknya. Ibu lupa kalau kau sudah dewasa dan tak ingin diperlakukan seperti gadis kecil lagi. Dan sekarang, setiap malam ibu selalu membayangkan tubuhmu yang ditusuk oleh dinginnya malam kota Bogor. Tapi ibumu di bogor akan memastikan bahwa kau tak akan menggigil seperti dulu.           

Di hatimu mungkin aku bukanlah ibumu lagi
Namun bagiku, selamanya kau adalah anakku


Tidak ada komentar:

Posting Komentar