Pernikahan
ialah sebuah janji terkuat seorang lelaki kepada Rabbnya. Langit bergetar
tatkala ada manusia yang mengikrarkan diri dalam akad suci pernikahan.
Pernikahan mendekatkan dua insan yang dulu saling berjauhan. Menjalin kedekatan
satu dengan yang lain dalam ikatan: ibadah. Lewat kata ‘ibadah’ inilah kita
menjadi nyaman dibuatnya. Kedekatan yang terjalin kini menjadi pahala bagi
siapa saja yang mengikatkan diri di dalamnya.
Namun,
ada petaka dalam kedekatan yang baru dijalin. Petaka tatkala hati terlalu siap
menjalin kedekatan dengan pasangan namun hati terlalu lemah untuk menyadari
bahwa cintanya yang baru bukanlah jalan menepis cinta-cinta yang terdahulu.
Cinta kepada Allah. Allah yang berada di antara dua insan yang baru memadu
kasih bisa saja terlupakan di tengah manisnya romantika pengantin baru.
Menganggap bahwa menikah ibadah. Namun di sisi lain meninggalkan ibadah sunnah lainnya atau bahkan yang wajib?
Naudzubillah.
Sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Telah bersabda Rasulullah:مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ اْلإِيْمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِى."Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh imannya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.’”
Hadist
tersebut memberikan pemahaman kepada siapa saja yang telah menikah untuk
menjaga separuh agamanya yang lain. Bukankah menikah karena Allah? Bukankah
dengan seizin-Nya pula dua insan manusia bisa menikah? Lalu, apa yang dicari
ketika menikah justru makin menjauhkan diri dari Allah. Allah bisa saja
mengambil apa yang dimiliki manusia jika memang Dia berkehendak mengambilnya. Allah
telah mengabarkan kecintaan manusia terhadap hal-hal yang mereka senangi akan
mampu menggelapkan hati mereka:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآب“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)
Menikah atau menunda menikah,
kecintaan kepada Allah mutlak di atas segalanya. Jadikanlah menikah sebagai
jalan indah menuju ridho-Nya. Saat malam kemarin mengetuk pintu-Nya hanya
seorang diri, kini ketuklah pintu Allah lewat shalat malam bersama pasangan
kita. Saat shalat fardhu hanya menghamparkan satu sajadah, maka kini hamparkan
dua sajadah untuk terus bersegera memohon ampunan-Nya. Cinta Allah teramat suci
untuk kita nodai dengan kegelapan hati. Terlalu khianat untuk kita duakan.
Terlalu besar untuk kita anggap kecil. Cinta kepada Allah harus tetap tumbuh sekali
pun taman di hati kita sudah ramai dengan kesenangan duniawi yang hanya
sementara. Terus belajar mencintai-Nya dan mencintainya. Mencintai-Mu dan
mencintaimu. Tak pernah ada kata mendua bagi-Nya.
Nasehat bagi kita J