Ketika
realisasi ikhlas dan syukur tak sanggup kukatakan dengan indah. Saat hati yang
bertaut mendadak menggantung tanpa pijakan. Sebagai manusia lemah, apalah daya
jika sang Khalik harus menunda semua rencanaku. Sabda-Nya:
“... Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Ayat itu yang selalu kupatri dalam hati. Perasaan
selalu menuntutku untuk bertanya “mengapa dan mengapa”. Namun, hatiku selalu
punya jawabannya sendiri bahwa Allah memberiku keluasan untuk kembali bertanya
pada hatiku sendiri “Mengapa kau ragu dengan ketetapan-Nya?”
Aku kembali sadari bahwa ikhlas itu bukan ada pada
lisan. Tapi di sini. Di sanubari terdalam manusia. Letaknya entah di mana, aku
pun tak tahu. Ikhlas itu tanda taat. Kuulangi beberapa kali untuk membuat
dadaku ringan. Tapi, dasar wanita! Menangis selalu jadi solusi jangka pendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar