Menanti jodoh
itu seperti sedang bermain teka-teki. Menerka sesuatu yang sudah pasti kita
tidak tahu apapun tentangnya. Apakah dia jodohmu? Apakah tahun ini menikah?
Apakah di umur sekian atau sekian? Ah! Bermain teka-teki yang terkadang membuat
hati merasa bosan. Seperti “dijaili” menurutku. Terlebih jika permainan ini
telah lama dimainkan. Ingin sekali menebak dengan mudah tapi bukankah hidup
yang indah itu adalah hidup yang penuh teka-teki? Hidup terasa hampa jika
segalanya sudah kita kuasai. Yang paling mendasar adalah karena manusia memang
lemah dan terbatas.
Permainan teka-teki ini mudah saja
sebagai permulaan.
Cukup tunjuk orang yang kau pilih untuk menemanimu bermain. Kau jalani seluruh prosesnya dan dalam proses itulah teka-teki itu dimulai. Segala pertanyaan yang menumpuk dalam hati tak semuanya mampu kau jawab sendiri. Ketika ada suatu hal yang “asing”, hatimu pastilah bertanya, “Apakah ini pertanda bahwa dia jodohku?” atau “apakah ini pertanda bahwa dia bukan jodohku?” Dan semuanya mampu terjawab dengan ketetapan hati. Tapi permasalahan baru ialah bagaimana jika hatimu yang justu biang dari segala kebimbangan? Yah! itulah yang selalu kualami, sist.
Cukup tunjuk orang yang kau pilih untuk menemanimu bermain. Kau jalani seluruh prosesnya dan dalam proses itulah teka-teki itu dimulai. Segala pertanyaan yang menumpuk dalam hati tak semuanya mampu kau jawab sendiri. Ketika ada suatu hal yang “asing”, hatimu pastilah bertanya, “Apakah ini pertanda bahwa dia jodohku?” atau “apakah ini pertanda bahwa dia bukan jodohku?” Dan semuanya mampu terjawab dengan ketetapan hati. Tapi permasalahan baru ialah bagaimana jika hatimu yang justu biang dari segala kebimbangan? Yah! itulah yang selalu kualami, sist.
Aku berpikir, mungkin selama hati
mereka masih ingin terus melakukan prosesnya berarti itu tanda bahwa Allah
mempersilakan kita untuk mengikuti prosedurnya. Namun, jika ada hal yang
membuat hati enggan meneruskannya,
keraguan yang tak mendasar, mungkin saat itulah permainan harus diakhiri.
Meskipun rasanya menyakitkan menerima kekalahan. Tapi sungguh itu bukanlah
suatu kekalahan di sisi Allah. Allah lebih tahu bahwa kau justru semakin
tersiksa jika terus melanjutkan permainan itu. Dan sangat mudah untuk
mengatakan “ikhlas” ketika melepaskan sesuatu yang telah kau tancap dalam hati.
Dan sangat sulit untuk benar-benar merasakan nikmatnya “ikhlas”. Oh ya Allah,
give us the best J
Pernah mendengar orang yang putus
khitbah? Tentu pernah. Dan aku menyaksikan temanku sendiri: 4 orang. Dan aku
sangat tahu bagaimana proses itu hingga akhirnya Allah berkehendak lain. Bagi
mereka yang sedang menjalani proses, kisah mereka mungkin bisa membuat “paranoid”.
Apakah kau akan mengalami hal itu? Apakah hati sesiap mereka menerima kenyataan
yang bertentangan dengan kehendak hati? Seketika itu tangis bisa saja berurai.
Bukan menangis karena tak ingin tapi masalah kesiapan. Judulnya “teka-teki”
tapi hakikatnya ini bukanlah permainan biasa. Hal yang sangat wajar jika tangis
bisa saja tumpah tanpa kau kehendaki. Blaaaaaarr.. L
"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar