Sabtu, 21 Desember 2013

Cemas


Perjalanan hidup ku jauh sekali. Entah kemana akhirnya, apakah menuju janah-Mu? Berkutat dgn urusan pribadi, lalu disibukkan dgn keluarga . Dakwah terkadang minimalis, jauh dari Allah. Padhal sudah jelas hidup itu khusus hanya untuk ibadah saja. Kadang hati ini menggila mengingat masa kelam. Merenungi diri yang berbalut dosa. Terhina oleh kemunafikkan 

Hidup itu berat !
Berat sekali sebetulnya ,karena menentukan masa depan, surga atau neraka. Akankah disambut oleh malaikat yang tampan dan tersenyum ataukah oleh malaikat yang membawa palu besar dgn wajah yg bengis ?
Tak terbayangkan, bagaimana suasana itu. Buku amalanku akan Kau lempar atau akan Kau serahkan dgn senang hati?


25 Januari 2013

Memoar Tanyaku

Anganku melintas surya
panasnya hati meluluhkan matanya
hatiku melukis sebuah tanya
Apa gunaku untukmu?

Melumatkan sebagian khawatirku
Melesapkan setiap butir tangisku
Namun kau menjatuhkanku jua
Apa gunamu untukku?

Meski terpendar, cahayaku masih menyala
Angin yang kau hembuskan terlalu kencang

Malam itu, kugantungkan sepatumu di atas perapian
Panasnya hampir membakar separuhnya
Kau marah lantas menggeliat pergi
Lalu, apa makna tahun-tahun ini?
Humorkah? ilusikah?


29 Juli 2013

Kamis, 19 Desember 2013

Kisah kursi yang menunggu



Menunggu,
kau selalu bisa membuatku bersabar. Aku tetap duduk manis bahkan dalam cuaca apapun.











Ada yang memintaku untuk menunggu beberapa saat,

Aku menikmati saat-saat ini. menanti kelak ia akan menemuiku dan membawaku pergi jauh sekali.
Dia tak penah tahu bagaimana rasanya menunggu. Indah namun di dalamnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Dia tak pernah tahu aku khawatir tentangnya. Aku pun khawatir tentang perasaanku yang berlarut-larut tak menentu. Bukan aku ingin mempercepat kedatanganmu. Bukan untuk itu!

Naluriku kadang memunculkan hal yang membuatku tersentak sedemikian hebat. Kadang aku bertanya-tanya tentang perasaanku sendiri. mengapa aku begini? mengapa aku begitu? namun tak pernah terjawab. syetan yang terkadang memintaku untuk memikirkan hal yang ia tawarkan. Perasaan yang tak menentu itu hanya sementara.
Kebingungan itu berawal dari aku yang merasa tak yakin harus menunggu di kursi ini. Apa ini kursi yang nyaman untuk kududuki selagi menunggu kedatangannya? Aku harus merasakan dan membuat badan ini nyaman. Aku harus memastikan bahwa aku tak akan lelah menunggu. Kepastian yang bukan milikku. aku hanya bertugas sebagai juru tunggu yang menunggu penumpang datang.
Aku hanya tak bisa sabar. Bisa. Aku bisa bersabar. Sejauh ini pun aku telah banyak bersabar. Sebab hidup itu memang harus bersabar. Di akhirat kelak pun kita harus banyak bersabar.
Bagaimana ini? Aku diterkam oleh hatiku sendiri.

Aku dihantui bayang-bayang ketidakpastian di setiap malam. Maka di malam yang sama pula aku harus bertanya pada-Nya. Namun, dia seperti menguatkanku untuk tetap duduk manis di kursi itu. kursi yang telah ia buat dan ia pahat dengan teknik yang ia kuasai sampai membuatku nyaman duduk di kursi itu.
pernahkah merasakan dihantui rasa rindu? aku rindu kala aku tak melihat warna hijau sebagai simbol sosoknya. ia muncul di malam hari tanpa meninggalkan sesuatu. Aku paham, ini bukan waktu yang tepat untuk saling berbagi warna. Aku harus mematikan warna hijau agar ia tak tahu bahwa aku menunggu malam.


Pernahkah dihantui rasa iri yang sangat dalam? Aku tahu ini sesuatu yang baik untukku. Tapi kadang aku merasa iri. Aku diabaikan. Dalam mataku, aku melihat ia menyukai kawannya. menyukai dalam artian ia memperlihat kesukaannya pada mereka. tapi padaku? tak pernah lagi. sejak ia memintaku untuk duduk di kursi itu, ia tak lagi mengirim sepucuk surat atau mengomentari hal-hal tentangku. ia seolah menutup mata tentang diriku. aku tahu ini hanya sementara, tapi aku iri pada mereka.

Perasaan ini menjadi bumbu dalam kisah menunggu yang paling dramatis dalam hidupku
Sebuah kisah yang pernah kubayangkan saat aku remaja, dan kini aku tengah menuliskan kisahnya. Ini indah. kisah menunggu ialah kisah yang paling manis. tak lebih dan tak kurang.
aku masih ingin terus menunggu. kursi ini belum reyot. kursi ini masih sanggup untuk menopang tubuhku. kursi ini masih setia menemaniku menuliskan kisah mennunggu milikku sendiri


Rabu, 18 Desember 2013

Ibu! Bangun!



Ibu, 
Tetaplah gantungkan baju-bajumu di lemari tua itu
Jangan kau bagikan
Ibu,
Tetaplah berceloteh seperti itu
jangan kau diam

Ibu,
Tetaplah disini
Jangan masuk ke dalam lubang itu
Di dalam sana pasti gelap bu,
Tapi tenang, aku sudah berdoa banyak Bu, 
Aku sudah menitipkan banyak doa supaya ada cahaya di sana

Janji ya Bu? 
kelak jika ibu pergi, kita bertemu kembali di padang itu
ibu tak akan lupa kan?
Ibu, Bu.. kenapa diam bu? bangun bu!

Basah,


Nadiku tak berharga. Dimanakah sosokmu?
Ada hal yang tak dapat kumengerti. Kukira nadiku ini akan membuatnya diam. Aku malah terlihat bodoh dihadapannya. Lihatlah aku saat ini. Aku hanya bisa termangu dalam ruangan putih ini. Sesekali aku menangis dan meraung tak terkendali. Ia tak terlihat datang menemuiku. Aku telah menunggunya sejak terakhir kali ia menggenggam nadiku yanng basah itu.
Bolehkah aku menemuinya lagi?
Kupastikan tanganku tak akan basah lagi
Namun, sesosok laki-laki tampan berbisik, “Diamlah, Kau sakit Nyonya,”
Ada yang menusuk, lalu pudar

Selasa, 17 Desember 2013

Jejak



Aku tahu mendaki itu sulit, aku akan menemukan jalanan terjal, semak belukar, hewan buas dan hal-hal yang membahayakanmu, tapi ya aku sanggup sebab telah kudengar bahwa indahnya di atas sana mampu menghapus rasa lelahmu dan mampu mengalahkan jutaan keluhan yang telah kuumpat sepanjang jalan..


Banyak orang yang menempuh jalan ini dan sampai ke atas, namun tak sedikit pula yang mundur .

Entahlah! Aku pun tengah menempuh perjalanannya, agak lelah, agak bosan, tapi aku tak akan menyerah sampai aku bisa merasakan angin yang akan mendekapku di atas sana..

Jalan dakwah, aku tengah merekam jejakku sendiri..

Sayang,



Kau tahu sayang, tanpa-Mu rasanya seperti angin yang tiba-tiba berganti kemarau gersang, tanpa-Mu hatiku seperti tak ada pada tempatnya..


Kau tahu sayang, air mata ini ialah sebuah salam perpisahan panjang pada diriku untuk masa lalu. Saat aku tak tahu cara menyayangiMu

Kau tahu sayang, aku kan memperjuangkan dien ini sampai batas yang kumampu sebab Kau pula yang membuatku mampu

Aku hanya tak tahu, apakah Kau juga sayang padaku?

Jumat, 06 Desember 2013

Spion,

Aku menyukai cermin di kamarku, dengannya aku dapat melihat seluruh tubuhku. Aku dapat melihat hal-hal yang tidak dapat kulihat jika tanpa cermin. Aku dapat melihat kotoran atau debu yang menghinggapi tubuhku lalu membersihkannya dengan mudah.

Aku menyukai kaca di jendela rumahku, aku bisa menerawang jauh bahkan sampai rumah tetangga di seberang jalan sana. Aku dapat melihat orang-orang yang melewati rumahku dan apa saja yang mereka lakukan. Aku pun sering melihat mereka bercermin di jendela rumahku. 

Namun ada yang aku tak suka. Aku tak menyukai kaca spion. Bentuknya kecil dan mengangguku. Spion memang sangat membantu saat mobil melaju untuk melihat kendaraan lain agar tak celaka. Namun aku tetap tak menyukainya. Karena kaca spion, terkadang aku terlalu fokus padanya hingga celaka. Aku bingung, aku harus melihat arah mana ketika aku tengah mengemudi, spionkah? atau kaca depan mobil? Hmm, kaca depan mobil dan spion itu satu paket, jika yang lain tak ada tak lengkap mobil itu. Bahkan polisi pun akan mengejarnya.

***

Bagaimana? Janganlah hanya berfokus pada kaca spion, lihatlah sesekali untuk menjaga jarak aman. Fokuslah pada apa yang ada di depanmu.

Masa lalu itu bukan milikmu lagi, tapi masa depan milikmu, jika Allah berkenan..
Masa depan masih suci dan bisa kau upayakan.
Lupakanlah masa lalu! Kenanglah sesekali sebagai pelajaran hidup. []IR

Rabu, 04 Desember 2013

Berjalanlah terus Nak!




Manakala kau berjalan berpuluh-puluh kilometer, rasanya lelah sekali! Menatap jalan yang tak berujung. Tapi lihatlah aspal yang kau injak di sepanjang jalan, ia meninggalkan jejak yang terlukis indah membentuk lekukan telapak kaki yang menghitam. Jejak yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang ini.


Aku hanya berjalan dan berjalan
Di sepanjang perjalananku, tak sedikit yang menganggapku annoying, freak.
Mereka memaksaku untuk meneduh bersama mereka, memaksaku untuk sekedar bernafas panjang.
Tapi buatku tak ada istirahat! ini bukanlah tempatku, meskipun ada empat bukit yang harus kulalui, ya itulah jalanku.. 

Dalam perjalanannya, terkadang aku terhasut juga. Akhirnya aku duduk dan aku hanya bisa menangis. aku butuh seteguk air, aku butuh teman untuk menguatkanku, aku butuh segalanya!
Namun, ada pelangi di balik bukit yang membuat peluhku hidup kembali. Terdengar pula sayup-sayup kedamaian yang telah lama kurindukan. 

Sekarang kuharap tak ada yang mampu membuatku berhenti.
Ibuku berpesan, ada yang telah membeli jiwaku dengan sebuah bukit di atas sana. Rasanya tak sabar aku duduk di atas sana. Menikmati semilir angin yang membelai pipiku dengan lembut. 
Namun khawatir, apakah aku bisa sampai? Sebab langkahku tak sanggup lagi menopang tubuhku. Bagaimana jika aku tak bisa meneruskan perjalanan ini? hmm.. tak apa, biarlah jejak ini yang menjadi saksi betapa aku merindukan bukit itu. Pembeli itu akan menggantinya dengan bukit yang lebih indah jika aku mati di jalan ini, begitu kata Ibu. 
Ini jalan apa, Bu? mengapa kau begitu yakin dengan janji si Pembeli itu?


"Inilah jalan dakwah, Nak.." Bisik ibu, dalam hati.

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ ۚ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ ۚ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ


Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri & harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka di dalam Taurat, Injil, & Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janji (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dgn jual beli yg telah kamu lakukan itu, & itulah kemenangan yg besar. (QS At Taubah: 111)

Kekasih-Nya


Aku tak pernah mengenalnya..
Tak pernah menatapnya walau sedetik
Tak pernah!
Bagaimana kau bisa mencintainya tanpa mengenalnya?
Dia bukan manusia biasa, 
Semoga bom waktu itu akan membawaku padanya

            Telah lama aku mengenalnya, namun ada sisi yang tak pernah aku pahami dari dirinya. Rumahnya hanya berada tepat di depan rumahku. Aku pun telah mengenal keluarganya sejak kami duduk di sekolah dasar. Dia sahabatku sejak sekolah dasar namun sejak menengah atas aku mulai jauh dan yang kudengar dia telah aktif menjadi seorang aktivis di suatu gerakan islam di luar sekolah. Ya! Aku merindunya.

Menggantung

   Cahaya telah beranjak dari singgasananya yang begitu indah. Ia meninggalkan sebuah cerita romantiknya dengan bumi. Lampu-lampu malam melambaikan kerlip warnanya yang pudar.  Lampu-lampu itu adalah sosok yang senantiasa mengingatkanku pada lampu gantung di tengah rumah. Terlebih lampu berwarna hijau itu. Rumahku yang bercat merah dan beberapa foto yang menggantung di ruang tengah. Ada yang kurindukan dari tempat yang telah lama tak kusinggahi lagi. Aku telah lama meninggalkan rumah dan hampir satu tahun tak berjumpa dengan manusia-manusia penghuni rumah bercat merah itu.
      Beberapa menit saja aku memikirkan lampu itu membuatku muak dan terselip rasa ingin mengintip masa lalu. Tapi tolonglah, aku tak mau terjebak lagi pada nostalgia yang indah.

Selasa, 03 Desember 2013

Short Messages

Bagaimana bisa aku berlarut-larut dalam perkara ini,
berminggu-minggu hanya menatap teks tanpa nama,

aku hanya bisa mengaduh pada-Nya
sebab inilah takdirku,