Kamis, 16 Oktober 2014

Objektivitas tanpa batas


   Jika dikatakan salah sistem. Mereka menghakimi. Menuduh berlaku seperti Tuhan. Berani menyalahkan. Tapi harus mrngatakan apa? Salah siapa?
Jika yang terlihat setiap hari adalah sebuah realita yang begitu menyedihkan. Apakah  harus menutup mata? Penganut strukturalisme. Benar dan Salah. memang itulah agama seharusnya. Dogmatis tapi realistis. 

      Sadar ataukah tidak, sistem saat ini telah membuat manusia berfikir dangkal. berfikir vertikal atau horisontal saja. Tanpa menyelaraskan keduanya. Ketika ada poststrukturalis, manusia bertepuk tangan. Seperti ada yang mengukuhkan pemikirannya. Seperti ada dalil dari suatu mazhab: barat. 

Selasa, 14 Oktober 2014

Ummu Imarah dan Dua Belas Luka pada Tubuhnya Setelah Kehilangan Satu Tangannya dan Anaknya yang Syahid


Ia adalah seorang wanita dari Bani Mazin an-Najar yang nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Ka’ab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah.

Beliau wanita yang bersegera masuk Islam, salah seorang dari dua wanita yang bersama para utusan Anshar yang datang ke Mekah untuk melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disamping memiliki sisi keuatmaan dan kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, ksatia, dan tidak takut mati di jalan Allah.

Nusaibah ra ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin Amru) dan bersama kedua anaknya dari suami yang pertama (Zaid bin Ashim bin Amru), kedua anaknya bernama Abdullah dan Hubaib. Di siang harri beliau membelikan minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-poranda beliau segera mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa pedang (untuk menjaga keselamatan Rasulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah. Beliau beperang dengan dahsyat. Beliau menggunakan ikat pinggang pada perutnya hingga teluka sebanyak tiga belas tempat. Yang paling parah adalah luka pada pundaknya yang tekena senjara dai musuh Allah yang bernama Ibnu Qami’ah yang akhirnya luka tersebut diobati selama satu tahun penuh hingga sembuh.

"Kamu kurang peka, aku ga suka"

 
      Seorang kekasih berkata pada kekasihnya "Kamu kurang peka, aku ga suka. Kamu ga bisa ngerti perasaan aku" Please. Pacar bukan suamimu. Ada hak apa dia. Tapi bukan konteks itu yang akan saya tulis. Konteks "kurang peka". Konteks "kurang peka" nampaknya menjadi penyakit akut saat ini. Banyak orang yang sulit untuk merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. 
      Pengalaman yang baru saya alami tadi pagi. Saya meninggalkan hape secara tak sengaja di atas mesin ATM. Beberapa menit kemudian hilang begitu saja. Yang menemukan nampaknya kurang peka, bahwa pemilik hp lalai. Penemu kurang peka bahwa sang pemilik pasti membutuhkan hp-nya. Kurang peka. Coba posisikan diri sebagai sosok yang kehilangan. Pasti uring-uringan ketika kehilangan barang yang berharga. Jangan sampai ingin aman sendiri sedangkan milik orang lain dianggap tak penting. 
      Ada hal yang menarik dalam pikiran. Mungkin penemu mengira itu rezeki tanpa tahu bahwa ada hak orang yang sedang dia rampas. Selain saya, ada dua teman lain yang merasakan hal yang sama, sahabat sendiri. Apa iya saya harus memelas "kamu kurang peka, aku butuh hp itu" Baiklah. Mungkin ini hukum bagi saya yang lalai. Dan rezeki *mungkin bagi yang menemukan
      Lucu sekali, ketika tersadar hape tertinggal. Hati saya merekah, ada senyum dalam kepanikan. Hati saya berbisik "Pasti hilang, apa sih yang gak hilang.

Kamis, 09 Oktober 2014

Aku Cemburu pada Mereka

Dalam sayup keramaian, hati Shafi begitu bergemuruh. Ia merasa belum pantas. Ada tembok besar yang menghalanginya untuk berubah. "Aku terlanjur terhempas. Buat apa kembali?" gerutunya. Namun hatinya berkata lain. Ternyata hatinya berada dalam puncak ego. 
Aku malu pada Bidadari Surga.
Yang bermata indah,  elok rupanya bagai mutiara yang bertaburan
Mereka memang begitu indah. PenciptaanNya begitu sempurna. Aku iri pada mereka. Dirindukan oleh makhluk bumi bahkan sebelum mereka menampakkan keelokannya. Mereka bersembunyi di surga sana. Tak ada yang tahu.
Aku iri pada Bidadari Surga
Namanya disebut oleh-Nya. Penciptaannya diabadikan. Aku bisa apa. Aku bisa cemburu pada mereka. Aku cemburu. Mereka begitu muda. Terjaga dari siapapun.

Rabu, 08 Oktober 2014

Semusim, Dari musim ke Musim


    Aku tak pernah tahu bagaimana suasana musim gugur. Baunya. Anginnya. Langitnya. Apa bedanya musim gugur dengan yang lain. Yang aku tahu, musim gugur adalah musimnya semua tumbuhan meranggas. Tanpa dipaksa mereka harus mengugurkan daunnya. Sekalipun mereka tak menginginkannya. 
      Apa bedanya dengan sebuah keikhlasan? Ikhlas itu seperti musim gugur. Rela memberikan yang paling indah, bunga sekali pun untuk membiarkannya jatuh ke tanah. Padahal bersusah payah daun dan bunga itu tumbuh. Jika saja mengeluh. Mungkin musim gugur tak akan seindah yang kubayangkan.

Senin, 06 Oktober 2014

Over The Rainbow















Aku merindukan hujan, 

Rinciknya pulihkan hatiku yang kering
Derasnya menyapu lumpur dalam langkahku
Hujan, kapan kau kembali.. 

Bukan saja kau, hujan
Aku rindu embun
Pelangi dan
Air mata saat kalian datang

Bersama bulir hujan
Bersama sejuknya embun
Indahnya pelangi
Penuh tangis bahagia

Sebab tak semua sedih itu menyakitkan
Aku bersedih menunggumu
Tapi sungguh tak menyakitkan
Menunggumu seperti menunggu pelangi

Hujan = Kebahagiaan

Ka'bah


                      









Waiting for?
Waiting for me.. please..

Lenggo Awi

      
      Namaku Lenggo. Inilah dunia, sesuatu yang harus kita lalui. Selalu ingat bahwa dunia ini berisi canda dan tawa. Semu. Jangan biarkan dunia ini mengoyak separuh akherat.
       Ketika hidup begitu sempit, aku selalu yakin bahwa dengan masih hidupnya kita adalah suatu nikmat yang tak terkira. Betapa banyak yang kenikmatannya hilang. Atau justru kenikmatan akherat sedang diraihnya. Meskipun aku sakit. Aku tahu bahwa Allah tak pernah dzalim kepada hamba-Nya. Penyakit adalah jalan bagi-Nya untuk meraih kita. Menjemput jiwa yang sudah ternodai kenikmatan dunia.
      Aku sering mengelus dada melihat keegoisan manusia. Tak peduli dengan kesusahan orang. Menganggap diri lebih susah bahkan masalahnya lebih besar dibanding isi dunia. saat sedang sakit sekali pun, masih saja ada yang menguras hati. Dulu, mataku simple. Dunia begitu ramah kepada diriku yang kecil. Tapi semakin besar, semakin banyak yang mereka tuntut.
      Hanya satu yang kuyakini benar bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya yang senantiasa mendekatkan diri